Genapi Gerakan 3R dan 9R untuk Atasi Sampah, Oxium Jadi Solusi Mengatasi Mikroplastik
Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang dirayakan setiap 5 Juni menjadi momen penting untuk mengangkat isu sampah, khususnya sampah plastik. Gerakan Reduce, Reuse, Recycle(3R) selama ini menjadi andalan Indonesia dalam mengelola sampah plastik.
Namun, dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR pada akhir Februari 2025, Menteri Lingkungan Hidup (LH) RI Hanif Faisol Nurofiq mengatakan 61 persen dari total 56,63 juta ton sampah di Indonesia tidak terkelola.
"Sampah tidak terkelola ini adalah sampah yang hanya dipungut, diangkut dan dibuang, baik itu di TPA, tempat pemrosesan akhir," ujar Hanif ketika itu.
Ia juga menunjukkan data 22,17 ton atau 39,14 persen sampah terbuang di bantaran sungai hingga pantai. Data tersebut mempertegas gerakan 3R belum memadai untuk mengatasi persoalan sampah di Indonesia.
Dihimpun dari berbagai sumber, ada beberapa penyebab gerakan 3R tidak bisa mengakomodasi persoalan sampah di Indonesia.
Pertama, reduce(mengurangi). Faktanya, konsumsi plastik sekali pakai di sektor e-commerce naik 35 persen pasca-pandemi berdasarkan data National Plastic Action Partnership (NPAP).
Selain itu, sebagian besar makanan dan obat tidak bisa lepas dari penggunaan plastik sebagai kemasan. Jika diganti dengan bahan lain, maka kualitas makanan dan obat bisa berkurang.
Kedua, reuse(menggunakan kembali). Plastik yang bisa digunakan kembali hanya berlaku untuk galon air mineral. Sementara, untuk produk lainnya menjadi limbah. Hal ini berkaitan dengan biaya logistik dan sanitasi sistem reuse tiga kali lebih mahal daripada produksi baru.
Ketiga, recycle(daur ulang). Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tingkat daur ulang di Indonesia masih rendah, hanya sekitar 10 persen dari total sampah yang dihasilkan. Daur ulang terkendala persoalan teknis, seperti, sampah multilayer (sachet, popok) tidak bisa diolah dengan teknologi daur ulang konvensional.
Baca Juga: Telkom Gunakan AI untuk Pantau Sampah Kota Lewat CCTV
Mengingat 3R tidak cukup, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) mendorong penerapan 9R (refuse, rethink, reduce, reuse, repair, refurbish, remanufacture, repurpose, dan recycle) sebagai pendekatan pengelolaan sampah.
Penerapan 9R ini juga menjadi bagian terwujudnya ekonomi hijau sesuai dengan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular Indonesia 2025-2045 yang sudah disusun.
Untuk mengatasi persoalan tersebut perlu end of life solution sampah yang merujuk pada berbagai metode atau pendekatan untuk menangani sampah yang sudah tidak bisa digunakan atau dimanfaatkan lagi setelah melewati masa pakai atau siklus hidupnya.
Ada beragam cara yang bisa diterapkan untuk end of life solution sampah. Pirolisis sampah, misalnya, adalah proses penguraian sampah melalui pemanasan pada suhu tinggi tanpa oksigen. Proses ini dapat mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar, minyak, gas, dan arang, sehingga menjadi solusi untuk mengurangi volume sampah dan menghasilkan produk bermanfaat.
Pirolisis sampah plastik menawarkan solusi yang menjanjikan untuk mengurangi dampak lingkungan limbah plastik dan menghasilkan sumber daya energi alternatif. Namun, ada tantangan yang perlu dipertimbangkan, seperti kebutuhan energi yang besar dan potensi emisi polusi udara.
Lalu ada pula insinerasi sampah yakni metode pengelolaan limbah padat dengan cara membakar sampah atau limbah pada suhu tinggi (850-1400°C). Proses ini mengurangi volume sampah dan menghilangkan bahaya yang ditimbulkan, serta dapat menghasilkan energi panas yang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik.
Di PLTSa Benowo, sebanyak 600 ton sampah per hari diolah dengan metode pembangkitan gas metana melalui gas power plantyang mampu menghasilkan energi listrik sebesar 1,65 hingga 2 megawatt. Sedangkan 1.000 ton sisanya diolah dengan metode gasifikasi yakni pembakaran sampah pada suhu tinggi untuk menghasilkan panas yang kemudian dikonversi menjadi listrik.
Namun, menerapkan metode ini membutuhkan biaya yang tidak murah karena mencapai ratusan miliar hingga triliunan rupiah.
End of life solutionsampah lainnya adalah sanitary landfill, yakni sistem pengelolaan sampah di mana sampah ditimbun dan dipadatkan di lahan cekung, kemudian ditutup dengan lapisan tanah sebagai lapisan penutup harian. Sistem ini dirancang untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, seperti mengurangi pencemaran air dan udara.
Strategi end of lifesampah juga berbeda-beda di tiap negara karena disesuaikan dengan kondisi demografisnya supaya lebih optimal.
Indonesia sebenarnya sudah menerapkan sanitary landfill dan diatur sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Undang-undang ini mewajibkan pengelolaan sampah dengan cara yang sehat dan tidak mencemari lingkungan, serta memberikan kompensasi kepada masyarakat yang terdampak.
Persoalan muncul ketika sampah-sampah plastik yang berada di sanitary landfill menumpuk dan membutuhkan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk terurai. Oleh karena itu sanitary landfillharus diikuti biodegradasi limbah, yakni proses penguraian limbah oleh mikroorganisme, seperti bakteri dan jamur, menjadi senyawa yang lebih sederhana dan tidak berbahaya bagi lingkungan.
Baca Juga: Pemkab Jombang Pasok 10 Ton Bahan Bakar dari Sampah ke SIG
Oleh karena itu sampah plastik harus biodegradable. Ada beragam inovasi teknologi bioplastik yang dikenal di dunia.
Finlandia, misalnya, yang menerapkan material PLA high heat dan PLA standar dari bahan baku tebu atau singkong untuk kemasan Sulapac pada kosmetik.
Jepang juga menerapkan material Polybutylene Succinate(PBS) berbasis nabati dari bahan baku asam suksinat dari tebu atau jagung dan 1,4-butanediol untuk kantong sampah BioPBS.
Amerika menggunakan material Polyhydroxyalkanoate(PHA) jenis PHBH (poly-3-hydroxybutyrate-co-3-hydroxyhexanoate) dari bahan baku minyak nabati melalui fermentasi bakteri untuk kemasan kantong kompos dan kemasan PepsiCo.
Di antara deretan teknologi bioplastik dunia, ternyata juga ada teknologi asal Indonesia, yakni Oxium®.
Studi terbaru menemukan bahwa plastik yang mengandung Oxium mengalami proses oksidasi lebih cepat saat terpapar cahaya matahari (UV), oksigen, dan suhu tinggi. Proses ini mengakibatkan plastik menjadi lebih rapuh dan berpori, sehingga lebih mudah diurai oleh mikroorganisme di lingkungan alami.
Sederet riset yang dilakukan menghasilkan temuan, plastik dengan Oxium mulai mengalami perubahan struktur dalam beberapa bulan ketika berada di lingkungan terbuka. Selain itu, oksidasi meningkatkan porositas plastik, memungkinkan mikroba memecahnya lebih efektif.
Oxium mempercepat degradasi alami plastik tanpa meninggalkan residu mikroplastik berbahaya. Oxium adalah bentuk plastik biodegradable yang artinya setelah tahap oksidasi, materialnya tidak hancur, tetapi juga bisa dikonsumsi oleh mikroorganisme.
下一篇:Kim Jones Hengkang dari Fendi, Bakal Fokus di Dior
相关文章:
- Rocky Gerung 'Diseret' dalam Kasus Hoax Ratna, Ada Tersangka Baru?
- Dialektika Tenun di Tengah Dunia Serba Modern
- Kapolri: Pengungkapan Pelaku Penyiraman Novel Tergantung Tuhan
- AWAS! Ancaman Bencana Hidrometeorologi Berpotensi Terjadi Awal 2025, Menko PMK Bilang Begini
- Polisi Berhasil Tangkap 20 Napi yang Kabur dari Lapas
- Kemensos Gandeng LPSK Lindungi Korban Persekusi
- Bahaya Kalau Kebanyakan, Berapa Batas Minum Kopi dalam Sehari?
- Demi Ungkap Pelaku Penyiraman Novel, KPK Gelar Pertemuan Intens dengan Polisi
- 人工智能vs艺术,这些专业值得推荐!
- Ahok: Simpatisan Bubar, Jangan Sampai Saya Dipindahkan Lagi
相关推荐:
- Catat, 10 Makanan Ini Sebaiknya Tak Disimpan di Kulkas
- 7 Hal Tak Terduga yang Bikin Kamu Terlihat Lebih Tua, Biasa Dilakukan
- 5 Makanan Ini Enggak 'Match' dengan Kopi Pahit, Malah Bikin Masalah
- Ini 6 Tips untuk Mengatasi Jet Lag yang Menyebalkan
- Lagi Ramai Jadi Obrolan Medsos, Apa Itu 'Red String Theory'?
- Mengapa Orang Sibuk Merekam dan Menonton saat Ada Insiden Kriminal?
- Ini 4 Manfaat Seni untuk Kesehatan Mental
- Klarifikasi Setwapres: Land Cruiser Penabrak Motor Bukan Kendaraan Dinas, Stiker Tidak Resmi
- Catat, 10 Makanan Ini Sebaiknya Tak Disimpan di Kulkas
- FOTO: Mengagumi Keindahan Kota Tua di Brussels, Belgia
- Polisi Kini Tangani Laporan 'Jokowi Banci'
- Film 'The Dark House', Ketika Horor Bukan Lagi Tentang Hantu Melainkan Hilangnya Jati Diri
- Pembangunan IKN Dipastikan Berlanjut, Pemerintah Anggarkan Rp48,8 Triliun hingga 2029
- Kemenkes Pangkas Biaya Operasional 50 Persen, Apa Saja yang Terdampak?
- Kapan Waktu Tepat Makan Buah untuk Turunkan Berat Badan?
- MenPPPA soal Ramadan Ramah Anak: 1 Jam Keluarga Berkualitas Tanpa Gadget
- Tanpa Diskon Tarif Listrik, Stimulus Tak Cukup Bangkitkan Daya Beli
- Kemarin Puji Anies, Eh Sekarang Bos Survei Tanya Logika Pemprov DKI
- FOTO: Menikmati Desa Hanok Bukchon yang Tak Pernah Sepi Pelancong
- Anggaran 2025 untuk Proyek IKN Diblokir Prabowo, Terancam Mangkrak?