Menteri PPPA Dorong Pengurangan Praktik Perkawinan Anak
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mendorong pengurangan praktik perkawinan anak seperti yang viral di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Menteri PPPA mengecam keras praktik tersebut, karena menurutnya merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak anak yang tidak dapat dibenarkan dengan alasan adat maupun budaya.
Baca Juga: Menteri PPPA Fokus Upayakan Haji Ramah Lingkungan, Terlebih Tahun Ini
“Pernikahan yang terjadi di Lombok Tengah jelas merupakan bentuk perkawinan usia anak, karena anak laki-laki berusia 17 tahun dan perempuan masih 15 tahun. Menikahkan anak berarti melanggar hak dasar anak, termasuk hak atas pendidikan, perlindungan, dan tumbuh kembang yang layak,” tegas Menteri PPPA, dikutip dari siaran pers Kemen PPPA, Selasa (3/6).
Menteri PPPA menyatakan bahwa batas usia minimal untuk menikah di Indonesia adalah 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ia mengingatkan bahwa menikahkan anak bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga dapat berujung pada sanksi pidana maupun administratif.
“Pemerintah telah berkomitmen untuk melindungi hak-hak anak dari segala bentuk kekerasan, termasuk dengan mencegah terjadinya perkawinan anak. Bahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam Pasal 4 secara tegas menyebutkan bahwa pemaksaan perkawinan anak merupakan bentuk kekerasan seksual,” ujar Menteri PPPA.
Lebih lanjut, Menteri PPPA menegaskan bahwa perkawinan usia anak bukan hanya masalah pribadi atau keluarga, melainkan persoalan sosial dan pembangunan nasional. Ia menyebutkan bahwa praktik ini berdampak pada tingginya angka putus sekolah, meningkatnya prevalensi stunting, serta rendahnya rata-rata lama sekolah, terutama di daerah dengan praktik perkawinan anak yang tinggi.
“Mengurangi praktik perkawinan anak berarti melindungi anak-anak dari dampak jangka panjang, baik dari sisi kesehatan, pendidikan, ekonomi, maupun sosial. Usia adalah indikator penting kesiapan untuk menikah, dan negara wajib memastikan anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang mendukung mereka menjadi generasi sehat dan cerdas,” pungkas Menteri PPPA.
Menteri PPPA turut menyampaikan apresiasi atas langkah yang telah dilakukan aparat desa seperti Kepala desa, kepala dusun, Babinsa (Bintara Pembina Desa), dan Bhabinkamtibmas (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) dengan telah berupaya mencegah terjadinya praktik perkawinan usia anak dan oleh Koalisi OMS Stop Kekerasan Seksual di NTB yang melaporkan kasus ini ke Polres Mataram.
“Aparat desa dan orang tua dikabarkan telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah pernikahan anak ini. Namun, pasangan tersebut tetap bersikeras untuk menikah. Tentu ini merupakan langkah yang amat baik dari lingkungan, namun juga menjadi cerminan bahwa langkah preventif yang lebih dini harus dilakukan bersama, sehingga pemahaman tentang pencegahan perkawinan anak bisa masuk ke ruang keluarga,” jelas Menteri PPPA.
Halaman BerikutnyaHalaman:
- 1
- 2
下一篇:AKP Dadang Iskandar Ternyata juga Tembaki Rumah Kapolres Solok Selatan
相关文章:
- Pakai Bra saat Tidur Bisa Picu Kanker Payudara, Benarkah?
- Kadispenad: 13 Korban Ledakan Amunisi di Garut Dibawa ke RSUD Pameungpeuk
- Tata Cara Lapor Diri PPG Guru Tertentu 2025 Lengkap Berkas yang Harus Dipersiapkan
- Literasi Gak Ketinggalan Zaman, Yuk Gaul Pakai Bahasa Daerah di Era Digital
- Arab Saudi Dikabarkan akan Batasi Usia Jamaah Haji 2025, Kemenag Tunggu Surat Resmi
- Peningkatan Daya Saing Terhambat, Kemenperin Ungkap Alasannya
- Prabowo Ajak Umat Islam Bersatu untuk Perdamaian: Jangan Jadi Bangsa Kacung!
- Jemaah Haji Indonesia Bakal Diantar Jemput Bus Shalawat Inklusif dari Hotel ke Masjidil Haram
- Kraken Hadirkan Layanan Prime Brokerage, Siap Manjakan Trader Institusional Kripto
- Koalisi Masyarakat Sipil Desak Panglima Cabut Perintah Prajurit TNI Amankan Kejati dan Kejari
相关推荐:
- FOTO: Belajar Mencanting Merayakan Hari Batik Nasional
- Pacu Hilirisasi Kelapa Sawit, Kemenperin Dukung Riset MAKSI dan Kimia Farma
- Balai Kota Diserbu Pelamar Gegara Hoaks, Begini Penjelasan Lengkap Lowongan PJLP Pemprov DKI
- Cek bkn.go.id Pengumuman PPPK 2024 Tahap 2, Ini Langkah dan Cara Lihat Nama Kamu
- PDIP Ungkap Alasan Partainya Pecat Effendi Simbolon Gegara Komunikasi dan Bertemu Jokowi
- Cek bkn.go.id Pengumuman PPPK 2024 Tahap 2, Ini Langkah dan Cara Lihat Nama Kamu
- #KurbanSengaruhItu Dompet Dhuafa Ajak Masyarakat Berkurban ke Pelosok Negeri
- Paus Leo XIV Ternyata Pernah ke Indonesia, Begini Ceritanya
- 4 Tips Bercinta di Pagi Hari Anti
- BGN: Program MBG Investasi Untuk Tingkatkan SDM Indonesia
- Tak Soal Proyek Monas Distop, Gerindra Bilang: Gampang, Anies Tinggal Kirim Surat
- 10 Negara Paling Ramah di Dunia 2024, Indonesia Tak Termasuk
- Apakah Ibu Menyusui Boleh Makan Sushi?
- Bursa Eropa Ditutup Flat, Investor Dibayangi Lesunya Ekonomi dan Kekhawatiran Tarif AS
- 8 Tren Wisata Tahun 2025, JOMO Gantikan FOMO
- Cek Dana Bansos 2025 Mulai Pakai DTSEN, Apa Bedanya dengan DTKS?
- Begini Cara China Agar Warga di Wilayah Pedesaan Mau Beralih ke Kendaraan Ramah Lingkungan
- Angka Kasus Kanker Payudara di RI Sulit Ditekan, Ini Alasannya
- FOTO: Berkunjung ke Pameran Kesehatan Terbesar di Asia Tenggara
- Gegara Dibantu Om Polisi, Anak Lahir Dinamakan Dirlantas Polda Metro Jaya